Hampir semua setuju bahwa maju mundurnya sebuah perusahaan berada di tangan pemimpinnya. Nakhoda yang inovatif akan membawa perusahaan yang dipimpinnya mampu bertahan dan unggul meskipun ombak dan badai menerjang.Sebaliknya, pemimpin yang hanya bisa meniru, jarang sekali bisa membawa perusahaan yang dipimpinnya untuk bertahan dan selalu unggul di pasar. Lantas bagaimana caranya menjadi seorang pemimpin yang inovatif?
MarkPlus, Inc. menyebut pemimpin yang inovatif sebagai Entrepreneurial Leader, atau pemimpin yang berjiwa entrepreneur. Entrepreneurial Leader berbeda dengan pemimpin-pemimpin biasa. Setidaknya terdapat tiga kemampuan yang melekat pada mereka. Pertama, ia mampu mengenali dan membaca peluang yang ada di pasar (Opportunity Seeker). Kedua, ia mampu memperhitungkan, mempertimbangkan dan mengambil risiko yang melekat pada peluang yang telah dikenali sebelumnya (Risk Taker). Ketiga, ia mampu mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan efisien (Resource Allocator).
Untuk menjadi seorang Opportunity Seeker, dia harus mampu membaca segala macam perubahan yang terjadi di pasar. Mulai dari perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, politik-legal, sosial budaya, ekonomi serta industri. Dia juga bisa melihat, bagaimana dampak perubahan yang terjadi pada bidang-bidang tersebut terhadap pesaing dan konsumen perusahaan, serta bagaimana pengaruh perubahan pada pesaing dan konsumen tersebut berpengaruh pada perusahaan kita saat ini. Dia juga dapat mengantisipasi ancaman yang harus dihadapi perusahaan, hingga apa saja kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Kesemuanya harus diperhatikan secara seksama sehingga kesempatan yang ada dapat dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin.
Peluang yang terlihat tentunya harus diperhitungkan dengan risiko-risiko yang menyertainya. Mulai dari risiko finansial maupun non-finansial, hingga risiko yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan. Pasalnya, setiap industri memiliki karakteristik risiko yang berbeda-beda. Semakin berisiko biasanya semakin besar keuntungan atau profit yang dapat diperoleh. Yang jelas, apapunrisikonya, seorang pemimpin harus mampu meminimalisirnya sehingga jika terjadi suatu kerugian maka tidak mengganggu keberlangsungan hidup perusahaan, Prinsip yang harus dipegang dalam mengelola risiko adalah jangan pernah menaruh semua telur yang kita miliki di dalam satu keranjang secara bersamaan.
Setelah peluang didapat dan risiko dihitung, saatnya mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat berupa finansial maupun non-finansial, sepertibangunan, peralatan, perlengkapan dan manusia. Tentunya sumber daya diperoleh dengan tidak gratis, melainkan ada biaya dan penyusutannya. Prinsip yang harus dipegang adalah optimal penggunaannya demi menghasilkan return yang maksimal (ROI). Semakin besar angka perhitungannya, maka semakin baik investasi yang dilakukan.
Pertanyaannya, bagaimana penerapan ketiga kemampuan tersebut di dalam bisnis? Ada satu contoh menarik yang layak untuk diceritakan disini. Anda yang dulu masih sempat merasakan layanan bis surat, telegram, dan wesel pasti mengetahui perusahaan ini. Ya,dia adalah PTPos Indonesia (Persero).
Di zaman gadget seperti saat ini mungkin banyak yang sudah lupa bahkan tidak mengetahui keberadaan perusahaan ini. Namun tahukah Anda bahwa Pos Indonesia adalah salah satu perusahaan milik pemerintah yang mampu bertahan di pasar berkat kepiawaian pemimpinnya yang merupakan Entrepreneurial Leader?
Dia adalah Setyo Riyanto, mantan Direktur divisi Retail and Property PTPos Indonesia (Persero). Sebelumnya beliau pernah menjabat sebagai Direktur Marketing and Business Development di perusahaan yang sama. Pada masa kepemimpinan, beliau banyak melakukan inovasi dan pencapaian pada Pos Indonesia.
Setyo mengungkapkan bahwa tidaklah mudah untuk mempertahankan perusahaan yang bisnisintinya telah termakan zaman dan tergantikan oleh kemajuan teknologi informasi seperti Pos Indonesia. Sekarang setiap orang dapat dengan mudah mengirimkan surat eletronik,bahkan mengirimkan pesan kepada teman dan kolega, dimana pun mereka berada, dalam hitungan detik dengan biaya yang nyaris gratis. Fenomena ini telah mengubur model bisnis yang selama ini dilakukan oleh Pos Indonesia.
Saat Setyo bergabung, diakuinya bahwa kondisi Pos Indonesia sangat memperihatinkan, dengan kinerja yang selalu merugi dari tahun 2004 sampai tahun 2008 dan diperparah dengan mayoritas tenaga kerja yang sudah berumur di atas 40 tahun. Akibatnya, perusahaan semakin sulit untuk berlari mengejar persaingan.
Pada saat genting seperti itu, Setyo melihat peluang untuk mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki Pos Indonesia, yaitu kemampuan untuk membuat dan menerbitkan prangko. “Kami bekerja sama dengan perusahaan percetakan di Jerman dan berhasil menciptakan prangko berbahan Batik Tenun dan Kulit. Perangko ini sengaja dibuat dalam jumlah terbatas sebagai seri kolektordan dijual di luar negeri dengan harga satuanRp 20.000-Rp 50.000,” kata Setyo. Penjualan itu pun laku keras. Bahkan,Pos Indonesia berhasil mendapatkan suntikan pemasukan yang lumayan sebagai bekal untuk bertahan dan mulai berlari.
Berkolaborasi dengan paguyuban masyarakat Tionghoa, Pos Indonesia menerbitkan perangko edisi Shio. Prangko edisi ini pun disambut hangat oleh banyak masyarakat dan pengusaha keturunan di dalam maupun di luar negeri.
Setiap inisiatif yang dibuat oleh Pos Indonesia tentu memiliki risiko. Salah satu langkah berani yang diambil adalah dengan menjalin kerjasama dengan Merpati Airlines. “Saat itu, Merpati dipersepsikan oleh publik sebagai maskapai yang akrab dengan kecelakaan, sudah mau bangkrut dengan pesawat-pesawat yang sudah tua,” kata Setyo. Namun, Pos Indonesia tidaklah sembarangan menjadikan Merpati Indonesia sebagai rekan kerja dalam bisnis logistik dan pengiriman surat. Terlepas dari persepsi publik terhadap Merpati, Setyo yakin bahwa pilot-pilot Merpati yang haus akan jam terbangmampu menunaikan amanahnya. Berkat kerjasama ini Pos Indonesia mampu menekan biaya yang dihasilkan dan meningkatkan margin di unit bisnis logistiknya.
Sumber pendapatan lain yang mampu dihasilkan oleh Pos Indonesia untuk bertahan adalah dengan mengoptimalkan penggunaan aset-aset yang dimilikinya. Pos Indonesia merenovasi dan menyewakan gedungnya yang berjumlah ribuan dan tersebar di seluruh Indonesia kepada pihak swasta sebagai tenant. Hasilnya cukup memuaskan. Setelah diisi oleh pihak swasta, gedung-gedung tersebut mulai ramai dan hidup. Karenanya,jangan heran jika saat ini Anda akan menyaksikan gedung Pos Indonesia yang bersuasana mirip seperti mal dan dipenuhi oleh kawula muda ataupun keluarga yang ingin berbelanja ataupun menikmati berbagai hidangan di akhir pekan.
Untuk menjamin keberlangsungan nama, Setyo pun mematenkan merek “Kantor POS” terjemahan dari Post Office secara global. Sehingga, tidak boleh ada yang memakai nama “Kantor POS” selain Pos Indonesia. Jika ternyata ada perusahaan yang ingin menggunakanbrand itu, maka mereka harus meminta izin terlebih dahulu.
Berbagai langkah yang diambil terbukti mampu menyelamatkan Pos Indonesia dari ombak persaingan yang menerpa. Setyo Riyanto yang berjiwa entrepreneur, mampu membalikkan kinerja Pos Indonesia menjadi profit pada tahun 2009. Mereka pun semakin optimistisdalam menyongsong persaingan yang ada.Semua itu tidak terlepas dari jiwa kepemimpinan yang inovatif sehingga melahirkan sebuah keunggulan.
Writer: Andrizal, MarkPlus Institute
Source: http://marketeers.com/article/kiat-menjadi-seorang-entrepreneurial-leader.html